Ijarah
Ditulis Dalam Rangka Mengikuti Mata Kuliah Fiqih Muamallah
Dosen Pembimbing
Dr. Ahmad Juanda, Akt., MM
Disusun Oleh :
M. Arya Syaikhul
Arief (201510170311291)
Vanantya Hinggis
Erdhina (201510170311302)
M. Sofyan
Juliandi Indra Jaya (201510170311314)
Rosi Nur
Vitasari (201510170311336)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI IV F
TAHUN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang Ijarah.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Ijarah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Malang, Februari 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian ijarah menurut bahasa
Ijarah adalah suatu transaksi
sewa menyewa antara pihak penyewa dengan yang mempersewakan sesuatu barang atau jasa untuk mengambil
manfaatnya dengan harga tertentu dan dalam
waktu tertentu.
B. Pengertian ijarah menurut istilah
1.
Sayyid Sabiq, dalam fiqhussunnah
mendifinisikan ijarah
adalah suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat
dengan
jalan penggantian.
2.
Imam Taqiyyuddin mendefinisikan ijarah sebagai berikut: Ijarah adalah suatu perjanjian untuk mengambil suatu barang dengan tujuan yang diketahui dengan penggantian, dan dibolehkan sebab ada penggantian yang jelas.
3.
Syech al-Imam Abi Yahya Zakaria al-Anshori dalam kitab Fath Al-Wahab.
Memberikan definisikan
ijarah adalah:
Ijarah adalah memiliki atau mengambil manfaat suatu barang dengan pengambil
atau imbalan dengan syarat-syarat yang sudah
ditentukan.”
Dari beberapa pengertian yang diberikan oleh para Ulama tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ijarah adalah suatu jenis perikatan
atas perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda maupun jasa yang
diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai
dengan perjanjian dan kerelaan kedua belah
pihak dengan rukun dan syarat yang telah
ditentukan. Dengan demikian ijarah
itu adalah suatu bentuk muamalah
yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penyewa sebagai orang yang memberikan
barang yang dapat dimanfaatkan kepada si penyewa untuk diambil
manfaatnya dengan penggantian atau tukaran yang telah ditentukan oleh
syara‟ tanpa diakhiri
dengan
kepemilikan.
C. Dasar Hukum Ijarah
1.
Al-
Qur’an
a.
QS. Al-Qashash (28)
ayat 26 dan 27:
قَالَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسۡتَٔۡجِرۡهُۖ إِنَّ خَيۡرَ مَنِ ٱسۡتَٔۡجَرۡتَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡأَمِينُ ٢٦ قَالَ إِنِّيٓ أُرِيدُ أَنۡ أُنكِحَكَ إِحۡدَى ٱبۡنَتَيَّ هَٰتَيۡنِ عَلَىٰٓ أَن تَأۡجُرَنِي ثَمَٰنِيَ حِجَجٖۖ فَإِنۡ أَتۡمَمۡتَ عَشۡرٗا فَمِنۡ عِندِكَۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أَشُقَّ عَلَيۡكَۚ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ٢٧
Aritnya : (26). Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".
قَالَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسۡتَٔۡجِرۡهُۖ إِنَّ خَيۡرَ مَنِ ٱسۡتَٔۡجَرۡتَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡأَمِينُ ٢٦ قَالَ إِنِّيٓ أُرِيدُ أَنۡ أُنكِحَكَ إِحۡدَى ٱبۡنَتَيَّ هَٰتَيۡنِ عَلَىٰٓ أَن تَأۡجُرَنِي ثَمَٰنِيَ حِجَجٖۖ فَإِنۡ أَتۡمَمۡتَ عَشۡرٗا فَمِنۡ عِندِكَۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أَشُقَّ عَلَيۡكَۚ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ٢٧
Aritnya : (26). Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".
b.
surat at-Thalaq ayat 6
”Dan jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya”
2. As- Sunnah
a.
Diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, dan Nasaiy dari Sa’d bin
Abi Waqas menyebutkan :
كُنَّا نَكْرِى الْاَ رْضَ بِمَا عَلَى السَّوَا قِى مِنَ
الزَّرْعِ فَنَهَى رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ
ذَالِكَوَاَمَرْنَااَنْ نَكْرِ بَهَا بِذَهَبٍ اَوْ فِضَّةٍ
“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan
membayar dengan hasil tanaman yang tumbuh di sana. Rasulullah lalu melarang
cara yang demikian dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau
perak”.
b. اعطوا الاجير اجره قبل ان يجف عرقه. (رواه ابن ماجه عن ابن عمر)
Artinya: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya
kering.”(HR. Ibn Majah dari Ibn Umar)
3. Pendapat Ulama
Hukum ijarah
telah disepakati oleh para ulama seluruhnya dengan
landasan “Mempersewakan barang, dibenarkan syara”, terkecuali ibnu Ulayyah. Beliau tidak membolehkan ijarah
dengan alasan: “Akad ijarah (sewa menyewa harus dikerjakan oleh kedua belah pihak). Tak boleh salah
seorangnya sesudah akad yang shahih itu membatalkan, walaupun karena
uzur
melainkan kalau terdapat sesuatu yang memfasakan akad, seperti
cacat pada benda yang disewa itu”.
Demikian juga pendapat Imam Malik dan Ahmad yang tidak
membolehkan ijarah dengan alasan bahwa sewa-menyewa tersebut tidak bisa
batal, kecuali dengan hal-hal yang
membatalkan akad-akad yang
tetap, seperti akadnya cacat atau hilangnya tempat mengambil manfaat itu. Para ulama
yang lain yang tidak menyepakati ijarah adalah Abu Bakar alAsham, Ismail Ibn
Aliah, Hasan Al Bashri,
Al Qasyani, Nahrawi, dan Ibn Kaisan yang
beralasan bahwa ijarah adalah jual beli kemanfaatan, yang tidak dapat dipegang (tidak
ada).
Sesuatu yang tidak dapat
dikategorikan
jual beli.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penjelasan hasil jurnal
1. Pengakuan Dan
Pengukuran Pendapatan Akuntansi Ijarah Menurut Psak No 107 Di Pegadaian
Pamekasan
Ijarah adalah suatu transaksi sewa menyewa antara pihak penyewa dengan yang mempersewakan sesuatu barang atau jasa untuk mengambil
manfaatnya dengan harga tertentu dan dalam
waktu tertentu. Dalam penelitian yang berjudul “Pengakuan Dan
Pengukuran Pendapatan Akuntansi Ijârah
Menurut Psak No 107 Di Pegadaian
Pamekasan” yang dilakukan oleh Sri Handayani selaku dosen STAIN Pamekasan yang
menjelelaskan bagaimana Perlakuan Akuntansi Ijârah Pegadaian Syariah Pamekasan
dalam hal Pengaruh Pengakuan dan
Pengukuran Pendapatan terhadap Laba Perusahaan Pegadaian. Dalam pembahasan ini peneliti
mengilustrasikan bagaimana pengaruh pengakuan pendapatan akan berpengaruh terhadap
laba perusahaan, Dalam perlakuan akuntansi, ijârah di Pegadaian Syariah
Pamekasan sudah memenuhi perlakuan akuntansi menurut PSAK 107, baik dalam hal
biaya perolehan, pendapatan sewa, penyajian dan pengungkapan. Sedangkan
mengenai biaya penyusutan, biaya perbaikan dan perpindahan kepemilikan objek
ijârah dalam ijârah muntahiya bi al-tamlîk
masih belum ada, karena barang yang digadaikan adalah perhiasan emas.
Dalam pengakuan dan
pengukuran pendapatan untuk kasus ijârah dalam gadai emas di akhir periode
akuntansi, seharusnya diukur berdasarkan pendapatan realisasi yang telah
digunakan, misalnya transaksi gadai dilakukan tanggal 18 Maret 2011 sebesar Rp
50.000.000,- dengan no gol D1 dan tarifnya sebesar 62 maka setelah dihitung
beban ijârah sebesar Rp 333.000,- untuk per periode ijârah (10 hari). Beban
ijârah dimulai pada saat uang pinjaman tersebut diserahkan kepada nasabah pada
tanggal 18 Maret 2011 sampai 120 hari, bukan dihitung mulai tanggal 19 Maret
2011 sampai 120 hari mendatang. Persepsi salah ini seringkali dilakukan oleh
nasabah, seperti yang dipaparkan oleh bapak Agung meskipun pihak perusahaan
selalu menjelaskan pada saat transaksi dilakukan.
Jika pendapatan sewa
ijârah pada tanggal 31 Maret 2011 tidak diakui karena uang sewa belum diterima,
maka pendapatan sewa pada transaksi ini untuk bulan Maret tidak ada, dan akan
diterima pada 4 bulan yang akan datang, sebab pengakuan dan pengukuran pendapatan
seperti ini kurang benar. Seperti penjelasan pada PSAK 107 bahwa pengakuan dan
pengukuran pendapatan berdasarkan realisasi dari manfaat telah diterima oleh
penyewa meskipun uang belum diterima dan ini nanti akan berpengaruh pada
laporan laba perusahaan.
2. Penerapan PSAK 107 Atas Pembiayaan Ijarah
Multijasa Di PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo
Berdasarakan penelitian dan pemaparan penulis dalam
jurnal ini, dari dua produk yaitu pembiayaan umroh
dan pembiayaan lanjut studi. Pembiayaan umroh-lah yang telah sesuai dengan
Fatwa DSN-MUI No. 44/DSN-MUI/VIII/2004. Sedangkan untuk pembiayaan studi
tingkat lanjut, belum sepenuhnya sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.
44/DSN-MUI/VIII/2004, karena akad ijarah-nya masih diikuti dengan akad
wakalah. Mengenai metode pencatatan transaksi ijarah, PSAK 107
menerapkan metode accrual basic dalam hal pengakuan pendapatan, dimana
transaksi dicatat pada saat terjadinya walaupun uang belum benar-benar diterima
atau dikeluarkan. Namun, dari penelitian yang dilakukan terkait pencatatan
pembiayaan umroh bahwa, PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo
menggunakan metode cash basic, pencatatan ketika transaksi terjadi
dimana uang benar-benar diterima atau dikeluarkan. Sehingga, bank tidak perlu
membuat pencadangan untuk kas yang belum tertagih (piutang pendapatan sewa
multijasa).
Dalam
hasil penelitian juga ditemukan banyak perbedaan dalam hal pengakuan dan
pengukuran baik itu dari segi pengakuan pendapatan, amortisasi, pembentukan
cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang sewa dan masih banyak lagi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiayaan umroh dan pembiayaan lanjut studi
di Bank Muamalat Cabang Gorontalo menunjukkan belum adanya kesesuaian pengakuan
dan pengukuran berdasarkan pedoman PSAK 107 ijarah atas jasa.
PT.
Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo, dalam hal pengakuan, pengukuran masih
belum sempurna seperti PSAK 107, sedangkan untuk penyajian dan pengungkapannya
meskipun masih terdapat kekurangan,tetapi sudah mampu mengimbangi PSAK 107. Selain
itu akad ijarah pada pembiayaan lanjut studi belum sesuai Fatwa DSN-MUI
No. 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa, karena masih diikuti
oleh akad wakalah, ini dikarenakan pihak bank ingin mempermudah pihak
nasabah.
B. Jenis dan Klasifikasinya
Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat
dibagi menjadi dua jenis: yaitu yang bersifat manfaat dan yang bersifat
pekerjaan.
1. Ijarah yang bersifat
manfaat. Umpamanya, sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian (pengantin)
dan perhiasaan.
2. Ijarah yang bersifat
pekerjaan, ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu
pekerjaan. Ijarah semacam ini dibolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit,
tukang sol sepatu, dan lain – lain, yaitu ijarah yang bersifat kelompok
(serikat). Ijarah yang bersifat pribadi juga dapat dibenarkan seperti menggaji
pembantu rumah tangga, tukang kebun dan satpam.
C. Rukun dan Syarat Ijarah
Ulama Mazhab Hanafi mengatakan, bahwa rukun ijarah
hanya satu, yaitu ijab dan kabul saja (ungkapan menyerahkan dan persetujuan
sewa-menyewa).
Jumhur ulama
berpendapat, bahwa rukun ijarah ada empat:
1. Orang yang berakal
2. Sewa/imbalan
3. Manfaat
4. Sighah (ijab dan kabul)
Menurut ulama Mazhab
Hanafi, rukun yang dikemukakan oleh Jumhur ulama diatas, bukan rukun tetapi
syarat.
Sebagai sebuah transaksi
(akad) umum, ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan
syaratnya.
Adapun syarat akad
ijarah ialah:
1.
Syarat bagi kedua orang yang berakad, adalah
telah baligh dan berakal (Mazhab Syafi’i dan Hanbali). Dengan demikian, apabila
orang itu belum atau tidak berakal,seperti anak kecil atau orang gila,
menyewakan hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh
disewa), maka ijarahnya tidak sah.
Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki
mengatakan, bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh,
tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijarah dengan
ketentuan, disetujui oleh walinya.
2.
Kedua belah pihak yang melakukan akad
menyatakan, kerelaannya untuk melakukan akad ijarah itu. Apabila salah seorang
diantara keduanya terpaksa melakukan akad, maka akadnya tidak sah.
3.
Manfaat yang menjadi obyek ijarah harus
diketahui secara jelas, sehingga tidak terjadi perselisihan dibelakang hari.
Jika manfaatnya tidak jelas, maka akad itu tidak sah.
4.
Obyek ijarah itu dapat diserahkan dan
dipergunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, ulama
fikih sepakat mengatakan, bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak dapat
diserahkan, dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Umpamanya, rumah atau toko
harus siap pakai atau tentu saja sangat bergantung kepada penyewa apakah mau
dia melanjutkan akad itu atau tidak. Sekiranya rumah atau toko itu diewa oleh
orang lain, maka setelah habis sewanya baru dapat disewakan kepada orang lain.
5.
Obyek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh
syara’. Oleh sebab itu ulama fikih sependapat, bahwa tidak boleh menggaji
tukang sihir, tidak pleh menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak
boleh menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran).
Demikian juga tidak boleh menyewakan rumah kepada non-muslim untuk tempat
mereka beribadat.
Para ulama fikih berbeda
pendapat dalam hal meyewa (menggaji) seorang mu’azzin, menggahi imam shalat dan
menggaji seorang yang mengajar al-Qur’an. Ulama Mazhab Hanafi dan Hanbali
mengatakan tidak boleh (haram hukumnya) menggaji mereka, karena pekerjaan seperti
ini termasuk pekerjaan taat (dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah) dan
terhadap perbuatan taat seseorang tidak boleh menerima gaji. Mereka beralasan
kepada sesuatu riwayat dari Amr bin Ash, yang mengatakan: sepihak, apabila
terdapat ‘uzur seperti meninggal dunia atau tidak dapat bertindak secara hukum
seperti gila.
Jumhur ulama
berpendapat, bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau
barang itu tidak dapat dimanfaatkan. Sebagai akibat dari pendapat yang berbeda
ini adalah kasus, salah seorang yang berakad meninggal dunia. Menurut Mazhab
Hanafi, apabila salah seorang meninggal dunia, maka akad ijarah menjadi batal,
karena manfaat tidak dapat diwariskan kepada ahli waris. Menurut Jumhur Ulama,
akad itu tidak menjadi batal karena manfaat menurut mereka dapat diwariskan
kepada ahli waris. Manfaat juga termasuk harta.
D. Mekanisme dan prosedur
Keterangan :
1. Nasabah mendatangi Bank Syariah
memohon pembiayaan penyewaan sebuah rumah selama setahun, secara cicilan
(bulanan) dan menegosiasikan tentang harga.
2. Bank Syariah menyewa rumah tersebut
Rp 10.000.000 setahun dibayar dimuka secara tunai.
3. Bank syariah selanjutnya menyerahkan
rumah itu secara cicilan perbulan sebesar Rp 1.000.000 dengan akad ijarah
(disini dilaksanakan pengikatan atau kontrak).
4. Rumah dimanfaatkan (digunakan) oleh
nasabah.
5. Nasabah membayar sewa setiap bulan
kepada Bank Syariah
E. Keterkaitan dengan akuntansi
1.
Ijarah dalam transaksi akuntansi
Berdasarkan pengertian
di atas dimana ijarah adalah suatu
jenis perikatan atas perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda maupun jasa yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian
dan kerelaan
kedua
belah pihak dengan rukun
dan syarat yang telah
ditentukan. Dimana
ijarah itu adalah suatu bentuk muamalah yang
melibatkan dua belah pihak, yaitu penyewa sebagai orang yang memberikan barang yang dapat dimanfaatkan
kepada si penyewa untuk diambil
manfaatnya dengan penggantian atau tukaran yang telah ditentukan oleh
syara‟ tanpa diakhiri
dengan
kepemilikan.
Maka dapat kita ketahui bahwa Ijarah dalam akuntansi
termasuk dalam transaksi sewa menyewa.
2.
Perbandingan mekanisme antara ijarah dengan akuntansi
Tidak ada perbedaan yang mendasar antara ijarah dengan
akuntansi, karena pencatatan suatu transaksi ijarah seharusnya sesuai/mengikuti
apa yang telah diatur dalam PSAK 107 tentang akuntansi ijarah, baik itu dalam hal
pengakuan, pengukuran, penyajian serta pengungkapan.
Sangat
penting bagi bank syariah atau entitas lainnya yang menjalankan transaksi
ijarah di Indonesia untuk menyempurnakan seperti PSAK 107. Keteraturan dan
kesesuaian ini sangat penting guna menjamin kesahihan dalam pencatatan yang
dilakukan oleh bank syariah, karena alangkah indahnya jika pembiayaan yang
diberikan dalam hal ini pembiayaan ijarahyang diberikan tidak menyimpang
sebagaimana standar mengaturnya..
Perbedaan
terjadi hanya karena suatu entitas melakukan pencatatan tidak sesuai dengan
PSAK 107, seperti halnya pada kasus di PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo, dimana dalam melakukan
sebuah proses pengakuan, pengukuran, dan penyajian banyak sekali terjadi
perbedaan dengan apa yang telah dijelasakan dalam PSAK 107.
3.
Perlakuan Akuntansi terhadap transaksi Ijarah
a.
Pengakuan dan Pengukuran
1)
Bagi Pemilik Obyek Sewa
Obyek ijarah diakui pada saat tersebut diperoleh
sebesar harga perolehan. Jika obyek ijarah merupakan aset yang dapat disusutkan
atau diamortisasi maka obyek iajarah tersebut akan disusutkan atau diamortisasi
sesuai dengan kebijakan yang dipilih. Kebijakan harus mencerminkan pola
konsumsi yang dapat diharapkan dari manfaat ekonomis di masa depan meskipun
umur ekonomis memungkinkan berbeda dengan umur teknis. Perlakuan akuntansi untuk
penyusutan obyek ijarah berupa aset tetap menganut PSAK No.16 sedangkan untuk
amortisasi obyek ijarah berupa aset tidak berwujud menganut PSAK No.19.
Dari transaksi ijarah dicatat pendapatan sewa selama
masa akad yang diakui pada saat manfaat atas aset diserahkan kepada
penyewa. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan
pada akhir periode pelaporan. Jika ada biaya perbaikan maka pengakuan biaya
perbaikan obyek sewa dilakukan sebagai berikut:
a)
Biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui
pada saat terjadinya.
b)
Jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek
ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada
pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
c)
Dalam Ijarah muntahiyah Bittamlik melalui penjualan
secara bertahap, biaya perbaikan obyek ijarah pada point (a) dan (b) diatas
ditanggung pemilik dan penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan
masing-masing atas obyek sewa
d)
Pencatatan yang dilakukan pemilik pada saat
perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam Ijarah
Muntahiyah Bittamlik tergantung pada cara perpindahan haknya, sebagai berikut :
Ø Hibah, maka
jumlah tercatat obyek ijarah diakui sebagai beban.
Ø Penjualan
sebelum berakhirnya akad, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang
disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek ijarah
diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Ø Penjualan
setelah selesai akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek
ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Ø Penjualan
obyek ijarah secara bertahap, maka selisih antara harga jual dan jumlah
tercatat sebagian obyek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau
kerugian, sedangkan bagian obyek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui
sebagai aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset
tersebut.
2)
Bagi Penyewa
Penyewa obyek ijarah mengakui beban sewa selama masa
akad pada saat manfaat atas aset telah diterima. Hutang sewa diukur sebesar
jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima. Biaya pemeliharaan
obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa diakui
sebagai beban pada saat terjadinya. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan obyek
ijarah dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik melalui penjualan obyek ijarah secara
bertahap besarnya akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan obyek
ijarah.
Pencatatan yang dilakukan penyewa pada saat
perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam Ijarah
Muntahiyah Bittamlik tergantung pada cara perpindahan haknya, sebagai berikut :
a)
Hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan
sebesar nilai wajar obyek ijarah yang diterima.
b)
Pembelian sebelum berakhirnya akad, maka penyewa
mengakui aset sebesar pembayaran sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati.
c)
Pembelian setelah akad berakhir, maka penyewa mengakui
aset sebesar pembayaran yang disepakati.
d)
Pembelian obyek ijarah secara bertahap, maka penyewa
mengakui aset sebesar biaya perolehan aset obyek ijarah yang diterima.
Transaksi penjualan dan transaksi ijarah harus
merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq)
sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar. Jika suatu entitas
menjual obyek ijarah kepada entitas lainnya dan kemudian menyewanya, maka
entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya
penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa.
Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi penjualan dan transaksi
ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.
Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada
pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut
menerapkan perlakuan akuntansi untuk pemilik dan akuntansi untuk penyewa bagi pihak
penyewa lanjut.
b.
Penyajian dalam Laporan
Keuangan
1)
Bagi Pemilik Obyek Sewa, Pendapatan ijarah disajikan
secara netto setelah dikurangi beban-beban yang terkait, misalnya beban
penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan dan beban lainnya.
2)
Pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik
diakui selama masa akad secara proporsional kecuali pendapatan ijarah
muntahiyah bittamlik dengan penjualan secara bertahap maka besarnya pendapatan
setiap periode akan menurun secara progresif selama masa akad karena adanya
pelunasan bagian per bagian obyek sewa pada setiap periode berjalan.
3)
Piutang pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah
bittamlik diukur sebesar nilaibersih yang dapat direalisasikan pada akhir
periode pelaporan. Jika biaya akad menjadi bebanpemilik obyeksewa makabiaya
tersebut dialokasikan secara konsisten denganalokasi pendapatan ijarah dan
ijarah muntahiyah bittamlik selama masa akad.
c.
Pengungkapan dalam Laporan
Keuangan
Pada Pemilik obyek sewa
mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
1)
Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi
tetapi tidak terbatas pada:
a)
keberadaan wa’ad/pengalihan kepemilikan dan mekanisme
yang digunakan (jika ada);
b)
pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;
c)
agunan yang digunakan (jika ada);
d)
nilai perolehan &akumulasi penyusutan setiap
kelompok asset ijarah;
e)
keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada).
Pada Penyewa mengungkapkan dalam
laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik,
tetapi tidak terbatas, pada:
a)
penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi
tetapi tidak terbatas pada:
b)
total pembayaran;
c)
keberadaan wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan
dan mekanisme yang digunakan (jika ada)
d)
pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut;
e)
agunan yang digunakan (jika ada); dan
f)
keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan
atau kerugian yang diakui (jika ada transaksi jual dan ijarah).
BAB III
CONTOH KASUS
Kasus bapak Arif Joko Supriyanto misalnya,
ia bertransaksi tanggal 18 Maret 2011 dengan menggadaikan Emas yang terdiri
dari tiga gelang DTM 23 K., berat 85,7 gr., satu gelang dubai + satu cicin
dubai DTM 23 K., berat 35,6 gr. dan satu gelang
MT Gelas DTM 17 K., berat 8,27 gr. Pihak Pegadaian Syariah sebagai
murtahin dan nasabah sebagai râhin. Setelah ditaksir maka taksiran marhûn Rp
53.698.604,- maka pinjaman yang diberikan (MB) Rp 50.000.000,-, maka dapat
diperhitungkan mengenai biaya administrasinya sebagai berikut: Dalam kasus ini
termasuk golongan D2 karena besar MB Rp 50.000.000,- sehingga biaya
administrasi sebesar Rp 60.000,- Perhitungan biaya ijârah per10 hari sebesar :
Jadi biaya ijârah per 10 hari
sebesar Rp 333.000,-. Dalam transaksi ini penghitungan dimulai sejak hari
transaksi dihitung, misalnya dalam kasus ini adalah tanggal 18 Maret 2011 maka
jatuh tempo 10 hari adalah pada tanggal 27 Maret 2011. Penghitungan (sejak hari
transaksi) ini, seringkali membuat terjadinya kesalahan menghitung hari oleh
para nasabah seperti yang disampaikan
bapak Agung. Jadi sewa dimulai tanggal 18 Maret sampai 10 hari ke depan.
Masa sewa maksimal 120 hari sehingga tanggal jatuh tempo tanggal 15 Juli 2011.
Perhitungannya sebagai berikut:
Tanggal 18 Maret 2011 s/d 31
Maret 2011 sebanyak = 14 hari
Tanggal 1 April 2011 s/d
30 April 2011 sebanyak = 30 hari
Tanggal 1 Mei 2011 s/d
31 Mei 2011 sebanyak = 31 hari
Tanggal 1 Juni 2011 s/d
30 Juni 2011 sebanyak = 30 hari
Tanggal 1 juli 2011 s/d 15 Juli 2011 sebanyak = 15 hari Total hari
120 hari
Dari tanggal jatuh tempo ada masa
tenggang 10 hari untuk siap-siap dilelang barang emas tersebut, tetapi pihak
pegadaian akan melakukan pemberitahuan terlebih dahulu bahwa barang tersebut
akan dilelang. Jika hasil lelang ada nilai lebih maka kelebihan tersebut dapat
diambil dengan menunjukkan surat gadai dan KTP asli si pengadai. Adapun pengakuan dan pengukuran pendapatan dalam
transaksi tersebut sebagai berikut: Catatan: bahwa yang terjadi di Pegadaian
Syariah Pamekasan adalah hanya barang emas saja maka tidak ada biaya
pemeliharaan tetapi biaya penyimpanan dengan menggunakan akad ijârah sedangkan
akad rahn adalah pinjaman dengan menggunakan jaminan. Perlakuan akuntansi dalam
penelitian ini adalah pada pihak
Pegadaian Syariah cabang Pamekasan atau pemberi sewa. Adapun jurnal yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Pada saat terjadi transaksi tanggal
18 Maret 2011 maka jurnalnya;
Aset ijârah
Rp 50.000.000,-
Kas Rp
49.940.000,-
Pendapatan administrasi Rp
60.000,
Jika dilunasi tanggal 25 Maret 2011
maka jurnalnya;
Kas Rp 50.333.000 ,-
Aset ijârah
Rp 50.000.000,-
Pendapatan ijârah (sewa) Rp 333.000,-
Meskipun dilunasi kurang dari 10
hari maka tetap diakui sewa per 10 hari dan hal ini kadang kurang diperhatikan
oleh para nasabah. Dalam transaksi di Pegadaian Syariah ini, tidak menggunakan
ijârah muntahiya bi al-tamlîk karena hanya barang emas saja yang digunakan
dalam gadai syariah. Jika barang gadai
emas dilelang maka hanya sejumlah nilai gadai ditambah dengan biaya sewa yang
diakui oleh pihak murtahin (pegadaian syariah). Lebih jelasnya peneliti sajikan
dalam bentuk jurnalnya. Jika harga lelang lebih tinggi dari harga perolehan
ditambah biaya sewa. Dimisalkan Emas dalam kasus ini laku sebesar Rp 53.000.000
maka jurnalnya;
Kas
Rp 53.000.000,-
Aset ijârah Rp 50.000.000,-
Pendapatan ijârah (sewa) Rp 1.332.000,-
Hutang ke nasabah( penyewa/mustajir)
Rp 1.668.000,-
Adapun perhitungannya sebagai
berikut:
Aset ijârah yang dilelang = Rp 50.000.000,-
Pendapatan sewa Rp 4 x Rp
333.000,- = Rp 1.332.000,-
maka hutang kepada
(penyewa/mustajir) sebesar
Rp
53.000.000 – (Rp
50.000.000,- + Rp1.332.000,- ) = Rp
1.668.000,-
Pada akhir periode akuntansi maka
dilakukan jurnal penyesuaian. Dimisalkan tanggal transaksi 18 Maret 2008 maka
tanggal 31 Maret dilakukan penyesuaian sebagai berikut:
Piutang
pendapatan ijârah(sewa) Rp 666.000,-
pendapatan
sewa ijârah (sewa) Rp 666.000,-
Jumlah pendapatan sewa ijârah
sebesar Rp 666.000 karena dari tanggal 18 Maret 2011 sampai tanggal 31 Maret
2011 ada 2 periode ijârah per 10 hari sehingga sewa ijârah
2 x 333.000 = Rp 666.000,-
BAB IV
KESIMPULAN
1.
ijarah adalah suatu jenis perikatan
atas perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda maupun jasa yang
diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai
dengan perjanjian dan kerelaan kedua belah
pihak dengan rukun dan syarat yang telah
ditentukan.
2.
Ijarah dalam
Akuntansi adalah termasuk transaksi sewa-menyewa
3.
Tidak ada perbedaan
yang mendasar antara ijarah dengan akuntansi, karena pencatatan suatu transaksi
ijarah seharusnya sesuai/mengikuti apa yang telah diatur dalam PSAK 107 tentang
akuntansi ijarah, baik itu dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian
serta pengungkapan.
4.
Masih terdapat entitas-entitas yang melaksanakan
transaksi ijarah tidak sesuai dengan PSAK 107 sehingga menimbulkan
ketidaksesuaian yang telah diatur dalam PSAK 107 tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Sri. 2012. Pengakuan Dan Pengukuran Pendapatan Akuntansi Ijârah Menurut Psak No 107 Di Pegadaian Pamekasan. Tesis. STAIN.
Pamekasan
Antula, Noviana. 2014. Penerapan PSAK 107 Atas Pembiayaan Ijarah
Multijasa di PT Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo. Skripsi. Universitas
Negeri Gorontalo. Gorontalo
Pahrudin. Ahmad. 2014. Analisis Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan
Ijarah Di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Pekerja Pos Indonesia. Skripsi.
Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah.
Jakarta