Kamis, 04 Mei 2017

ijarah



Ijarah
Ditulis Dalam Rangka Mengikuti Mata Kuliah Fiqih Muamallah




Dosen Pembimbing
Dr. Ahmad Juanda, Akt., MM

Disusun Oleh :
M. Arya Syaikhul Arief                  (201510170311291)
Vanantya Hinggis Erdhina             (201510170311302)
M. Sofyan Juliandi Indra Jaya        (201510170311314)
Rosi Nur Vitasari                            (201510170311336)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI IV F
TAHUN 2016/2017

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Ijarah.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Ijarah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.



Malang, Februari 2017
   

             Penyusu
n


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Pengertian ijarah menurut bahasa

Ijarah adalah suatu transaksi sewa menyewa antara pihak penyewa dengan yang mempersewakan sesuatu barang atau jasa untuk mengambil manfaatnya dengan harga tertentu dan dalam waktu tertentu.

B.     Pengertian ijarah menurut istilah

1.      Sayyid Sabiq, dalam fiqhussunnah mendifinisikan ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
2.      Imam Taqiyyuddin mendefinisikan ijarah sebagai berikut: Ijarah adalah suatu perjanjian untuk mengambil suatu barang dengan tujuan yang diketahui dengan penggantian, dan dibolehkan sebab ada penggantian yang jelas.
3.      Syech al-Imam Abi Yahya Zakaria al-Anshori dalam kitab Fath Al-Wahab. Memberikan definisikan ijarah adalah: Ijarah adalah memiliki atau mengambil manfaat suatu barang dengan pengambil atau imbalan dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan.
Dari beberapa pengertian yang diberikan oleh para Ulama tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ijarah adalah suatu jenis perikatan atas perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda maupun jasa yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan kerelaan kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan.  Dengan demikian ijarah itu adalah suatu bentuk muamalah yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penyewa sebagai orang yang memberikan barang yang dapat dimanfaatkan kepada si penyewa untuk diambil manfaatnya dengan penggantian atau tukaran yang telah ditentukan oleh syara‟ tanpa diakhiri dengan kepemilikan.

C.     Dasar Hukum Ijarah

1.      Al- Qur’an
a.       QS. Al-Qashash (28) ayat 26 dan 27:
قَالَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسۡتَ‍ٔۡجِرۡهُۖ إِنَّ خَيۡرَ مَنِ ٱسۡتَ‍ٔۡجَرۡتَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡأَمِينُ ٢٦ قَالَ إِنِّيٓ أُرِيدُ أَنۡ أُنكِحَكَ إِحۡدَى ٱبۡنَتَيَّ هَٰتَيۡنِ عَلَىٰٓ أَن تَأۡجُرَنِي ثَمَٰنِيَ حِجَجٖۖ فَإِنۡ أَتۡمَمۡتَ عَشۡرٗا فَمِنۡ عِندِكَۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أَشُقَّ عَلَيۡكَۚ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ٢٧
Aritnya : (26). Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".
b.      surat at-Thalaq ayat 6
”Dan jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya”
2.      As- Sunnah
a.       Diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, dan Nasaiy dari Sa’d bin Abi Waqas menyebutkan :
كُنَّا نَكْرِى الْاَ رْضَ بِمَا عَلَى السَّوَا قِى مِنَ الزَّرْعِ فَنَهَى رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ ذَالِكَوَاَمَرْنَااَنْ نَكْرِ بَهَا بِذَهَبٍ اَوْ فِضَّةٍ
“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dengan hasil tanaman yang tumbuh di sana. Rasulullah lalu melarang cara yang demikian dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau perak”.
b.      اعطوا الاجير اجره قبل ان يجف عرقه. (رواه ابن ماجه عن ابن عمر)
Artinya: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”(HR. Ibn Majah dari Ibn Umar)
3.      Pendapat Ulama
Hukum ijarah telah disepakati oleh para ulama seluruhnya dengan landasan “Mempersewakan barang, dibenarkan syara, terkecuali ibnu Ulayyah. Beliau tidak membolehkan ijarah dengan alasan: “Akad ijarah (sewa menyewa harus dikerjakan oleh kedua belah pihak). Tak boleh salah seorangnya sesudah akad yang shahih itu membatalkan, walaupun karena uzur melainkan kalau terdapat sesuatu yang memfasakan akad, seperti cacat pada benda yang disewa itu”.
Demikian juga pendapat Imam Malik dan Ahmad yang tidak membolehkan ijarah dengan alasan bahwa sewa-menyewa tersebut tidak bisa batal, kecuali dengan hal-hal yang membatalkan akad-akad yang tetap, seperti akadnya cacat atau hilangnya tempat mengambil manfaat itu. Para ulama yang lain yang tidak menyepakati ijarah adalah Abu Bakar alAsham, Ismail  Ibn Aliah, Hasan Al Bashri, Al Qasyani, Nahrawi, dan Ibn Kaisan yang beralasan bahwa ijarah adalah jual beli kemanfaatan, yang tidak dapat dipegang (tidak ada). Sesuatu yang tidak dapat dikategorikan jual beli.



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Penjelasan hasil jurnal

1.      Pengakuan Dan Pengukuran Pendapatan Akuntansi Ijarah Menurut Psak No 107 Di Pegadaian Pamekasan
Ijarah adalah suatu transaksi sewa menyewa antara pihak penyewa dengan yang mempersewakan sesuatu barang atau jasa untuk mengambil manfaatnya dengan harga tertentu dan dalam waktu tertentu. Dalam penelitian yang berjudul “Pengakuan Dan Pengukuran Pendapatan   Akuntansi Ijârah Menurut Psak No 107  Di Pegadaian Pamekasan” yang dilakukan oleh Sri Handayani selaku dosen STAIN Pamekasan yang menjelelaskan bagaimana Perlakuan Akuntansi Ijârah Pegadaian Syariah Pamekasan dalam hal  Pengaruh Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan terhadap Laba Perusahaan Pegadaian.  Dalam pembahasan ini peneliti mengilustrasikan bagaimana pengaruh pengakuan pendapatan akan berpengaruh terhadap laba perusahaan, Dalam perlakuan akuntansi, ijârah di Pegadaian Syariah Pamekasan sudah memenuhi perlakuan akuntansi menurut PSAK 107, baik dalam hal biaya perolehan, pendapatan sewa, penyajian dan pengungkapan. Sedangkan mengenai biaya penyusutan, biaya perbaikan dan perpindahan kepemilikan objek ijârah dalam ijârah muntahiya bi al-tamlîk  masih belum ada, karena barang yang digadaikan adalah perhiasan emas.
Dalam pengakuan dan pengukuran pendapatan untuk kasus ijârah dalam gadai emas di akhir periode akuntansi, seharusnya diukur berdasarkan pendapatan realisasi yang telah digunakan, misalnya transaksi gadai dilakukan tanggal 18 Maret 2011 sebesar Rp 50.000.000,- dengan no gol D1 dan tarifnya sebesar 62 maka setelah dihitung beban ijârah sebesar Rp 333.000,- untuk per periode ijârah (10 hari). Beban ijârah dimulai pada saat uang pinjaman tersebut diserahkan kepada nasabah pada tanggal 18 Maret 2011 sampai 120 hari, bukan dihitung mulai tanggal 19 Maret 2011 sampai 120 hari mendatang. Persepsi salah ini seringkali dilakukan oleh nasabah, seperti yang dipaparkan oleh bapak Agung meskipun pihak perusahaan selalu menjelaskan pada saat transaksi dilakukan.
Jika pendapatan sewa ijârah pada tanggal 31 Maret 2011 tidak diakui karena uang sewa belum diterima, maka pendapatan sewa pada transaksi ini untuk bulan Maret tidak ada, dan akan diterima pada 4 bulan yang akan datang, sebab pengakuan dan pengukuran pendapatan seperti ini kurang benar. Seperti penjelasan pada PSAK 107 bahwa pengakuan dan pengukuran pendapatan berdasarkan realisasi dari manfaat telah diterima oleh penyewa meskipun uang belum diterima dan ini nanti akan berpengaruh pada laporan laba perusahaan.

2.      Penerapan PSAK 107 Atas Pembiayaan Ijarah Multijasa Di PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo
Berdasarakan penelitian dan pemaparan penulis dalam jurnal ini, dari dua produk yaitu pembiayaan umroh dan pembiayaan lanjut studi. Pembiayaan umroh-lah yang telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 44/DSN-MUI/VIII/2004. Sedangkan untuk pembiayaan studi tingkat lanjut, belum sepenuhnya sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No. 44/DSN-MUI/VIII/2004, karena akad ijarah-nya masih diikuti dengan akad wakalah. Mengenai metode pencatatan transaksi ijarah, PSAK 107 menerapkan metode accrual basic dalam hal pengakuan pendapatan, dimana transaksi dicatat pada saat terjadinya walaupun uang belum benar-benar diterima atau dikeluarkan. Namun, dari penelitian yang dilakukan terkait pencatatan pembiayaan umroh bahwa, PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo menggunakan metode cash basic, pencatatan ketika transaksi terjadi dimana uang benar-benar diterima atau dikeluarkan. Sehingga, bank tidak perlu membuat pencadangan untuk kas yang belum tertagih (piutang pendapatan sewa multijasa).
Dalam hasil penelitian juga ditemukan banyak perbedaan dalam hal pengakuan dan pengukuran baik itu dari segi pengakuan pendapatan, amortisasi, pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang sewa dan masih banyak lagi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiayaan umroh dan pembiayaan lanjut studi di Bank Muamalat Cabang Gorontalo menunjukkan belum adanya kesesuaian pengakuan dan pengukuran berdasarkan pedoman PSAK 107 ijarah atas jasa.
PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo, dalam hal pengakuan, pengukuran masih belum sempurna seperti PSAK 107, sedangkan untuk penyajian dan pengungkapannya meskipun masih terdapat kekurangan,tetapi sudah mampu mengimbangi PSAK 107. Selain itu akad ijarah pada pembiayaan lanjut studi belum sesuai Fatwa DSN-MUI No. 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa, karena masih diikuti oleh akad wakalah, ini dikarenakan pihak bank ingin mempermudah pihak nasabah.

B.     Jenis dan Klasifikasinya

Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat dibagi menjadi dua jenis: yaitu yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan.
1.      Ijarah yang bersifat manfaat. Umpamanya, sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian (pengantin) dan perhiasaan.
2.      Ijarah yang bersifat pekerjaan, ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah semacam ini dibolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sol sepatu, dan lain – lain, yaitu ijarah yang bersifat kelompok (serikat). Ijarah yang bersifat pribadi juga dapat dibenarkan seperti menggaji pembantu rumah tangga, tukang kebun dan satpam.

C.     Rukun dan Syarat Ijarah

Ulama Mazhab Hanafi mengatakan, bahwa rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab dan kabul saja (ungkapan menyerahkan dan persetujuan sewa-menyewa).
Jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun ijarah ada empat:
1.      Orang yang berakal
2.      Sewa/imbalan
3.      Manfaat
4.      Sighah (ijab dan kabul)
Menurut ulama Mazhab Hanafi, rukun yang dikemukakan oleh Jumhur ulama diatas, bukan rukun tetapi syarat.
Sebagai sebuah transaksi (akad) umum, ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya.
Adapun syarat akad ijarah ialah:
1.      Syarat bagi kedua orang yang berakad, adalah telah baligh dan berakal (Mazhab Syafi’i dan Hanbali). Dengan demikian, apabila orang itu belum atau tidak berakal,seperti anak kecil atau orang gila, menyewakan hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa), maka ijarahnya tidak sah.
Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan, bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijarah dengan ketentuan, disetujui oleh walinya.
2.      Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan, kerelaannya untuk melakukan akad ijarah itu. Apabila salah seorang diantara keduanya terpaksa melakukan akad, maka akadnya tidak sah.
3.      Manfaat yang menjadi obyek ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga tidak terjadi perselisihan dibelakang hari. Jika manfaatnya tidak jelas, maka akad itu tidak sah.
4.      Obyek ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fikih sepakat mengatakan, bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak dapat diserahkan, dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Umpamanya, rumah atau toko harus siap pakai atau tentu saja sangat bergantung kepada penyewa apakah mau dia melanjutkan akad itu atau tidak. Sekiranya rumah atau toko itu diewa oleh orang lain, maka setelah habis sewanya baru dapat disewakan kepada orang lain.
5.      Obyek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu ulama fikih sependapat, bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak pleh menyewa orang untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh menyewakan rumah untuk tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran). Demikian juga tidak boleh menyewakan rumah kepada non-muslim untuk tempat mereka beribadat.
Para ulama fikih berbeda pendapat dalam hal meyewa (menggaji) seorang mu’azzin, menggahi imam shalat dan menggaji seorang yang mengajar al-Qur’an. Ulama Mazhab Hanafi dan Hanbali mengatakan tidak boleh (haram hukumnya) menggaji mereka, karena pekerjaan seperti ini termasuk pekerjaan taat (dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah) dan terhadap perbuatan taat seseorang tidak boleh menerima gaji. Mereka beralasan kepada sesuatu riwayat dari Amr bin Ash, yang mengatakan: sepihak, apabila terdapat ‘uzur seperti meninggal dunia atau tidak dapat bertindak secara hukum seperti gila.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak dapat dimanfaatkan. Sebagai akibat dari pendapat yang berbeda ini adalah kasus, salah seorang yang berakad meninggal dunia. Menurut Mazhab Hanafi, apabila salah seorang meninggal dunia, maka akad ijarah menjadi batal, karena manfaat tidak dapat diwariskan kepada ahli waris. Menurut Jumhur Ulama, akad itu tidak menjadi batal karena manfaat menurut mereka dapat diwariskan kepada ahli waris. Manfaat juga termasuk harta.



D.    Mekanisme dan prosedur
 









Keterangan :
1.      Nasabah mendatangi Bank Syariah memohon pembiayaan penyewaan sebuah rumah selama setahun, secara cicilan (bulanan) dan menegosiasikan tentang harga.
2.      Bank Syariah menyewa rumah tersebut Rp 10.000.000 setahun dibayar dimuka secara tunai.
3.      Bank syariah selanjutnya menyerahkan rumah itu secara cicilan perbulan sebesar Rp 1.000.000 dengan akad ijarah (disini dilaksanakan pengikatan atau kontrak).
4.      Rumah dimanfaatkan (digunakan) oleh nasabah.
5.      Nasabah membayar sewa setiap bulan kepada Bank Syariah





E.     Keterkaitan dengan akuntansi

1.      Ijarah dalam transaksi akuntansi
Berdasarkan pengertian di atas dimana ijarah adalah suatu jenis perikatan atas perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda maupun jasa yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan kerelaan kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan.  Dimana ijarah itu adalah suatu bentuk muamalah yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penyewa sebagai orang yang memberikan barang yang dapat dimanfaatkan kepada si penyewa untuk diambil manfaatnya dengan penggantian atau tukaran yang telah ditentukan oleh syara‟ tanpa diakhiri dengan kepemilikan.
Maka dapat kita ketahui bahwa Ijarah dalam akuntansi termasuk dalam transaksi sewa menyewa.
2.      Perbandingan mekanisme antara ijarah dengan akuntansi
Tidak ada perbedaan yang mendasar antara ijarah dengan akuntansi, karena pencatatan suatu transaksi ijarah seharusnya sesuai/mengikuti apa yang telah diatur dalam PSAK 107 tentang akuntansi ijarah, baik itu dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian serta pengungkapan.
Sangat penting bagi bank syariah atau entitas lainnya yang menjalankan transaksi ijarah di Indonesia untuk menyempurnakan seperti PSAK 107. Keteraturan dan kesesuaian ini sangat penting guna menjamin kesahihan dalam pencatatan yang dilakukan oleh bank syariah, karena alangkah indahnya jika pembiayaan yang diberikan dalam hal ini pembiayaan ijarahyang diberikan tidak menyimpang sebagaimana standar mengaturnya..
Perbedaan terjadi hanya karena suatu entitas melakukan pencatatan tidak sesuai dengan PSAK 107, seperti halnya pada kasus di PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo, dimana dalam melakukan sebuah proses pengakuan, pengukuran, dan penyajian banyak sekali terjadi perbedaan dengan apa yang telah dijelasakan dalam PSAK 107.
3.      Perlakuan Akuntansi terhadap transaksi Ijarah
a.       Pengakuan dan Pengukuran
1)      Bagi Pemilik Obyek Sewa
Obyek ijarah diakui pada saat tersebut diperoleh sebesar harga perolehan. Jika obyek ijarah merupakan aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi maka obyek iajarah tersebut akan disusutkan atau diamortisasi sesuai dengan kebijakan yang dipilih. Kebijakan harus mencerminkan pola konsumsi yang dapat diharapkan dari manfaat ekonomis di masa depan meskipun umur ekonomis memungkinkan berbeda dengan umur teknis. Perlakuan akuntansi untuk penyusutan obyek ijarah berupa aset tetap menganut PSAK No.16 sedangkan untuk amortisasi obyek ijarah berupa aset tidak berwujud menganut PSAK No.19.
Dari transaksi ijarah dicatat pendapatan sewa selama masa akad yang diakui pada saat manfaat atas aset  diserahkan kepada penyewa. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Jika ada biaya perbaikan maka pengakuan biaya perbaikan obyek sewa dilakukan sebagai berikut:
a)      Biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya.
b)      Jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
c)      Dalam Ijarah muntahiyah Bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan obyek ijarah pada point (a) dan (b) diatas ditanggung pemilik dan penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas obyek sewa
d)     Pencatatan yang dilakukan pemilik pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik tergantung pada cara perpindahan haknya, sebagai berikut :
Ø  Hibah, maka jumlah tercatat obyek ijarah diakui sebagai beban.
Ø  Penjualan sebelum berakhirnya akad, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Ø  Penjualan setelah selesai akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Ø  Penjualan obyek ijarah secara bertahap, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian obyek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian, sedangkan bagian obyek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.
2)      Bagi Penyewa
Penyewa obyek ijarah mengakui beban sewa selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima. Hutang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima. Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan obyek ijarah dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik melalui penjualan obyek ijarah secara bertahap besarnya akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan obyek ijarah.
Pencatatan yang dilakukan penyewa  pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik tergantung pada cara perpindahan haknya, sebagai berikut :
a)      Hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar obyek ijarah yang diterima.
b)      Pembelian sebelum berakhirnya akad, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati.
c)      Pembelian setelah akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran yang disepakati.
d)     Pembelian obyek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar biaya perolehan aset obyek ijarah yang diterima.
Transaksi penjualan dan transaksi ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga  harga jual harus dilakukan pada nilai wajar. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada entitas lainnya dan kemudian menyewanya, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi penjualan dan transaksi ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.
Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi untuk pemilik dan akuntansi untuk penyewa bagi pihak penyewa lanjut.
b.      Penyajian dalam Laporan Keuangan
1)      Bagi Pemilik Obyek Sewa, Pendapatan ijarah disajikan secara netto setelah dikurangi beban-beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan dan beban lainnya.
2)      Pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diakui selama masa akad secara proporsional kecuali pendapatan ijarah muntahiyah bittamlik dengan penjualan secara bertahap maka besarnya pendapatan setiap periode akan menurun secara progresif selama masa akad karena adanya pelunasan bagian per bagian obyek sewa pada setiap periode berjalan.
3)      Piutang pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diukur sebesar nilaibersih yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Jika biaya akad menjadi bebanpemilik obyeksewa makabiaya tersebut dialokasikan secara konsisten denganalokasi pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik selama masa akad.
c.       Pengungkapan dalam Laporan Keuangan
Pada Pemilik obyek sewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
1)      Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
a)      keberadaan wa’ad/pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada);
b)      pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;
c)      agunan yang digunakan (jika ada);
d)     nilai perolehan &akumulasi penyusutan setiap kelompok asset ijarah;
e)      keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada).
Pada Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a)      penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
b)      total pembayaran;
c)      keberadaan wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada)
d)     pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut;
e)      agunan yang digunakan (jika ada); dan
f)       keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada transaksi jual dan ijarah).


BAB III

CONTOH KASUS

Kasus bapak Arif Joko Supriyanto misalnya, ia bertransaksi tanggal 18 Maret 2011 dengan menggadaikan Emas yang terdiri dari tiga gelang DTM 23 K., berat 85,7 gr., satu gelang dubai + satu cicin dubai DTM 23 K., berat 35,6 gr. dan satu gelang  MT Gelas DTM 17 K., berat 8,27 gr. Pihak Pegadaian Syariah sebagai murtahin dan nasabah sebagai râhin. Setelah ditaksir maka taksiran marhûn Rp 53.698.604,- maka pinjaman yang diberikan (MB) Rp 50.000.000,-, maka dapat diperhitungkan mengenai biaya administrasinya sebagai berikut: Dalam kasus ini termasuk golongan D2 karena besar MB Rp 50.000.000,- sehingga biaya administrasi sebesar Rp 60.000,- Perhitungan biaya ijârah per10 hari sebesar :
Jadi biaya ijârah per 10 hari sebesar Rp 333.000,-. Dalam transaksi ini penghitungan dimulai sejak hari transaksi dihitung, misalnya dalam kasus ini adalah tanggal 18 Maret 2011 maka jatuh tempo 10 hari adalah pada tanggal 27 Maret 2011. Penghitungan (sejak hari transaksi) ini, seringkali membuat terjadinya kesalahan menghitung hari oleh para nasabah seperti yang disampaikan  bapak Agung. Jadi sewa dimulai tanggal 18 Maret sampai 10 hari ke depan. Masa sewa maksimal 120 hari sehingga tanggal jatuh tempo tanggal 15 Juli 2011. Perhitungannya sebagai  berikut:
Tanggal 18 Maret 2011  s/d  31 Maret 2011 sebanyak =  14 hari
Tanggal   1 April 2011   s/d  30 April 2011 sebanyak =  30 hari
Tanggal   1 Mei 2011     s/d  31 Mei 2011 sebanyak =  31 hari
Tanggal   1 Juni 2011    s/d  30 Juni 2011 sebanyak =  30 hari
Tanggal   1 juli 2011      s/d 15 Juli 2011 sebanyak =  15 hari  Total hari    120 hari
Dari tanggal jatuh tempo ada masa tenggang 10 hari untuk siap-siap dilelang barang emas tersebut, tetapi pihak pegadaian akan melakukan pemberitahuan terlebih dahulu bahwa barang tersebut akan dilelang. Jika hasil lelang ada nilai lebih maka kelebihan tersebut dapat diambil dengan menunjukkan surat gadai dan KTP asli si pengadai. Adapun  pengakuan dan pengukuran pendapatan dalam transaksi tersebut sebagai berikut: Catatan: bahwa yang terjadi di Pegadaian Syariah Pamekasan adalah hanya barang emas saja maka tidak ada biaya pemeliharaan tetapi biaya penyimpanan dengan menggunakan akad ijârah sedangkan akad rahn adalah pinjaman dengan menggunakan jaminan. Perlakuan akuntansi dalam penelitian ini adalah pada pihak  Pegadaian Syariah cabang Pamekasan atau pemberi sewa. Adapun jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Pada saat terjadi transaksi tanggal 18 Maret 2011 maka jurnalnya;
 Aset ijârah                   Rp 50.000.000,-
Kas                                          Rp 49.940.000,-
Pendapatan administrasi         Rp 60.000,
Jika dilunasi tanggal 25 Maret 2011 maka jurnalnya;
 Kas                             Rp  50.333.000 ,-
 Aset ijârah                              Rp  50.000.000,-
Pendapatan ijârah (sewa)        Rp      333.000,-   
Meskipun dilunasi kurang dari 10 hari maka tetap diakui sewa per 10 hari dan hal ini kadang kurang diperhatikan oleh para nasabah. Dalam transaksi di Pegadaian Syariah ini, tidak menggunakan ijârah muntahiya bi al-tamlîk karena hanya barang emas saja yang digunakan dalam gadai syariah.  Jika barang gadai emas dilelang maka hanya sejumlah nilai gadai ditambah dengan biaya sewa yang diakui oleh pihak murtahin (pegadaian syariah). Lebih jelasnya peneliti sajikan dalam bentuk jurnalnya. Jika harga lelang lebih tinggi dari harga perolehan ditambah biaya sewa. Dimisalkan Emas dalam kasus ini laku sebesar Rp 53.000.000 maka jurnalnya;
Kas                                                      Rp  53.000.000,-
Aset ijârah                                                       Rp  50.000.000,-
Pendapatan ijârah (sewa)                                Rp    1.332.000,-
Hutang ke nasabah( penyewa/mustajir)          Rp    1.668.000,-


Adapun perhitungannya sebagai berikut:
Aset ijârah yang dilelang                                = Rp  50.000.000,-
Pendapatan sewa Rp 4 x Rp 333.000,-           =  Rp    1.332.000,-  
maka hutang kepada (penyewa/mustajir) sebesar
Rp  53.000.000 –  (Rp 50.000.000,-  +  Rp1.332.000,- )  =  Rp 1.668.000,-
Pada akhir periode akuntansi maka dilakukan jurnal penyesuaian. Dimisalkan tanggal transaksi 18 Maret 2008 maka tanggal 31 Maret dilakukan penyesuaian sebagai berikut:
Piutang pendapatan ijârah(sewa)                    Rp  666.000,-
pendapatan sewa ijârah (sewa)                       Rp  666.000,-
Jumlah pendapatan sewa ijârah sebesar Rp 666.000 karena dari tanggal 18 Maret 2011 sampai tanggal 31 Maret 2011 ada 2 periode ijârah per 10 hari sehingga sewa ijârah 
2 x 333.000 = Rp 666.000,-


BAB IV

KESIMPULAN

1.      ijarah adalah suatu jenis perikatan atas perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda maupun jasa yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan kerelaan kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan.
2.      Ijarah dalam Akuntansi adalah termasuk transaksi sewa-menyewa
3.      Tidak ada perbedaan yang mendasar antara ijarah dengan akuntansi, karena pencatatan suatu transaksi ijarah seharusnya sesuai/mengikuti apa yang telah diatur dalam PSAK 107 tentang akuntansi ijarah, baik itu dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian serta pengungkapan.
4.      Masih terdapat entitas-entitas yang melaksanakan transaksi ijarah tidak sesuai dengan PSAK 107 sehingga menimbulkan ketidaksesuaian yang telah diatur dalam PSAK 107 tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Sri. 2012. Pengakuan Dan Pengukuran Pendapatan   Akuntansi Ijârah Menurut Psak No 107  Di Pegadaian Pamekasan. Tesis. STAIN. Pamekasan
Antula, Noviana. 2014. Penerapan PSAK 107 Atas Pembiayaan Ijarah Multijasa di PT Bank Muamalat Indonesia Cabang Gorontalo. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo
Pahrudin. Ahmad. 2014. Analisis Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Ijarah Di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Pekerja Pos Indonesia. Skripsi. Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar